Banjar Dinas Negari

SEJARAH DESA ADAT NEGARI
Sejarah Desa Adat Negari bemula dari jaman kekuasaan Ida Dewa Agung Anom, pada tahun 1717 yang diberi julukan Ida Dalem Sukawati I. Ia memiliki 6 orang putra, 3 orang diantaranya merupakan anak dari istri sahnya (sang ratu), dan 3 orang lainnya

Dok.Karya Pura Puseh Negari
Pemedal Kori Agung Pura Puseh Desa Adat Negari.

merupakan anak dari selirnya. Karena putra dari ratu lebih dominan memiliki hubungan yang erat dengan kerajaan, untuk membantu raja, maka dari itu hanya 3 orang putra inilah yang di ulas dalam sejarah desa adat negari ini,
Nama dari 3 orang putra tersebut adalah :
1. Ida I Dewa Putu Jambe : Ia memegang pemerintahan di Desa Guwang Wilayah Sukawati
2. Ida I Dewa Agung Made Karna : Ia merupakan penekun spriritual yang memilih untuk tidak menikah selama hidupnya dan membuat sebuah pura yang bernama Pura Payogan Agung di Desa Ketewel Wilayah Sukawati
3. Ida I Dewa Agung Gede Agung : Ia merupakan pengganti tahta dari sang Ayah (Ida Dalem Sukawati II) yang diberi julukan Ida I Dewa Agung Dalem Patemon

Ida I Dewa Agung Patemon memiliki 10 Orang anak, 9 laki-laki dan 1 perempuan. Salah satu putranya yang bernama Ida Dewa Agung Ketut Karang tinggal di Mambal. Setelah Ia tumbuh dewasa, ia kemudian menikah dengan seorang putri dari I Gusti Ngurah Bija Sakti yang merupakan seorang pemimpin dari desa Bun bagian dari kerajaan Mengwi. Karna Karisma yang dimiliki oleh I Gusti Ngurah Bija Sakti dan Ida Dewa Agung Ketut Karang dalam memimpin rakyatnya, menyebabkan ia menjadi terkenal. Kehidupan rakyatnya menjadi sejahtera, tentram tanpa kekurangan sesuatu apapun. Karena ketenarannya, menyebabkan I Gusti Ngurah Putu Munggu yang merupakan raja dari kerajaan Mengwi merasa iri. Sehingga ia berniat untuk menyerang desa Mambal yang dipimpin oleh Ida Dewa Ketut Karang dan Desa Bun yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Bija Sakti. Kemudian hal tersebut didengar oleh Ida Dewa Ketut Karang dan langsung menyampaikannya kepada I Gusti Ngurah Bija Sakti. Mereka berdua (menantu dan mertua) selanjutnya membuat kesepakatan untuk menerima tantangan dari I Gusti Agung Putu Munggu. Isi dari kesepakatan tersebut adalah jika prajurit dari kerajaan mengwi menyerang Desa Mambal, maka prajurit Desa Bun sanggup datang untuk membantu. Tanda-tanda kedatangan dari prajurit bun adalah dengan teriakan gemuruh dari arah tenggara. Ida Dewa Ketut Karang menyanggupi kesepakatan tersebut. Setelah kesepekatan tersebut disepakati, beberapa hari kemudian datanglah I Gusti Agung Putu Munggu dengan prajuritnya menyerang Desa Mambal. Sesuai dengan janjinya, begitu diserang datanglah prajurit I Gusti Ngurah Bija Sakti dengan suara gemuruh yang berulang-ulang dari arah tenggara membantu

Dok. Karya Pura Puseh Desa Adat Negari

prajurit Ida Dewa Ketut Karang. Terjadilah peperangan yang sengit. Saking banyaknya pasukan prajurit yang dikerahkan oleh I Gusti Ngurah Bija Sakti untuk membantu Ida Dewa Ketut Karang menyebabkan pasukan musuh kewalahan dan tidak dapat mengenali Ida Dewa Ketut Karang, dan pada akhirnya peperangan dihentikan dan pasukan I Gusti Agung Putu Munggu pulang kembali ke Mengwi.
Singkat cerita, setalah peperangan usai, I Gusti Ngurah Bija Sakti dengan Ida Dewa Ketut Karang pergi meninggalkan desanya masing-masing. I Gusti Ngurah Agung Bija Sakti bersama prajuritnya pergi ke arah selatan, I Gusti Ngurah Agung Bija Sakti tinggal di Taensiat dan prajuritnya tinggal di Banjar Bun. Sedangkan Ida Dewa Ketut Karang bersama prajuritnya pergi ke arah Timur Laut menuju Alas Dalem Ungaran (yang saat ini adalah Desa Padang Tegal Ubud) dan menekuni spiritual. Pada suatu ketika ia mendapatkan anugrah berupa senjata keris yang bernama Bintang Kukus. Anugrah ini didapatkannya karna ia sangat menekuni ajaran agama. Senjata keris tersebut memiliki kekuatan magis yang berupa asap. Saat keris dikeluarkan dari sarungnya, keluar asap yang sangat panas yang diyakini dapat membunuh semua musuhnya.
Seiring berjalannya waktu, kepemimpinan Ida Dewa Ketut Karang mendapat respon yang baik dari masyarakat sehingga pengikutnya semakin bertambah dan rakyat hidup semakin sejahtera. Begitu juga dengan I Gusti Ngurah Agung Bija Sakti yang tinggal di Taensiat dan prajuritnya yang tinggal di Banjar Bun hidup dengan sejahtera. Lama kelamaan karna merasa memiliki senjata Bintang Kukus dan pasukan prajurit yang banyak, Ida Dewa Ketut Karang berniat untuk membalas dendam dengan raja mengwi. Keinginannya tersebut kemudian disampaikan kepada sang mertua yang tinggal di Tainsiat yaitu I Gusti Ngurah Agung Bija Sakti. Keinginan dari Ida Dewa Ketut Karang pun disetujui olehnya. Mereka kemudian bersekutu untuk bersama-sama menyerang I Gusti Agung Putu Munggu dari arah yang berbeda. Ida Dewa Ketut Karang menyerang dari arah timur laut, sedangkan I Gusti Ngurah Agung Bija Sakti menyerang dari arah tenggara. Karna kekuatan dari keris dan banyaknya pasukan prajurit, akhirnya Kerajaan Mengwi dapat digulingkan oleh mereka berdua. Batas-batas wilayah Kerajaan Mengwi yang diserahkan kepada mereka adalah dari sungai Ayung ke timur dan sungai pakerisan ke barat. Setelah berhasil menggulingkan kerajaan mengwi, mereka kemudian mencari tempat untuk beristirahat yaitu di bagian barat Banjar Kutri yang bernama Pura Gunung. Pada saat beristirahat mereka membicarakan tentang peperangan yang kemudian mereka bersepakat untuk berjanji tidak akan melakukan peperangan lagi. Perjanjian tersebut diucapka pada tahun 1885 yang bertempat di Pura Pejanji Banjar Kutri. Isi dari perjanjian tersebut yakni :
1. Mengenai pembagian wilayah
a. Ida Dewa Ketut Karang tinggal di tegal tapesan yang bernama Desa Negaran,
b. sedangkan I Gusti Ngurah Agung Bija Sakti tinggal di tegal kaos yang bernama Desa Negarin.
2. Baik buruknya akan dihadapi bersama
Lama kelamaan desa yang mereka bangun menjadi baik dan para penduduknya yang tinggal disana hidup dengan makmur dan tentram. Adapun penduduk yang tinggal disana adalah ksatria, brahmana siwa dan buda, i mekel tebuana, jero wayan mambal, i wayan telabah, para pasek, pande, dan yang paling dominan adalah arya bang pinatih. Berkat rahmat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, desa yang mereka bangun semakin banyak penduduknya kemudian namanya diganti. Tegal tapesan atau Negaran diganti menjadi Desa Negara sedangkan tegal kaos atau Negarin diberi nama Desa Negari. Desa Negari sampai saat ini masih ajeg , hidup sejahtera. Keturunan I Gusti Ngurah Agung Bija Sakti bernama arya bang pinatih.
Batas-batas letak desa adat negari pada waktu itu adalah :
Sebelah Utara : Hutan Pandaraga
Sebelah Timur : Sungai Wos
Sebelah Selatan : Hutan Jagaraga (sekarang bernama Desa Singapadu)
Sebelah Barat : Ladang, tempat peristirahatan berdua (bapak mertua dan menantu pada waktu selesai berperang dengan raja Mengwi).

Pada waktu itu di sebelah barat desa negari,di pinggiran sumgai Lauh ada Pasraman Dukuh yang bernama I Dukuh Pengubengan. Beliau sangat sakti dan pintar. I Dukuh Pengubengan mempunyai musuh yang bernama I Gusti Ngurah Murti dari jagaraga (Singapadu). Setelah sekian lama pertikaian antara I Dukuh Pengubengan dengan I Gusti Ngurah Murti semakin menjadi. Karna mereka berdua tidak bisa menghilangkan rasa dendam masing-masing, lalu I Dukuh Pengubengan menantang perang I Gusti Ngurah Murti dan mereka berdua sudah siap untuk bertarung.
Karena merasa tidak sanggup menandingi kesaktian I Dukuh Pengubengan, I Gusti Ngurah Murti menghadap ke Puri Negara mohon kesediaan Ida Dewa Ketut Karang agar bersedia membantu I Gusti Ngurah Murti, dalam pertarungan melawan Dukuh Pengubengan.

Permohonan I Gusti Ngurah Murti disetujui oleh Ida Dewa Agung Ketut Karang, beliau menyuruh I Gusti Ngurah Murti pergi ke Negari menerima tantangan dari I Dukuh Pengubengan untuk bertarung 3 hari lagi di Hutan Pandaraga. Singkat cerita dihari pertarungan, mereka berdua sudah siap dengan senjata masing-masing, saat itu datang lah Ida Dewa Ketut Karang dengan membawa senjata Keris Bintang Kukus, diiringi oleh pasukannya.
Begitu melihat Ida Dewa Ketut Karang, I Dukuh Pengubengan merasa lemas lalu menyembah Ida Dewa Ketut Karang, sambil berkata “Ratu Paduka Dewa Agung, hamba merasa bahagia dan bersyukur karena ratu paduka bersedia membantu musuh hamba. Saya dapat memperoleh peleburan suci dari ratu paduka raja, impian saya dapat terwujud untuk mencapai moksa (menyatu dengan Tuhan). Hanya senjata ratu paduka raja yang bisa membuat saya moksa, itulah yang saya inginkan selama ini.
Tetapi sebelum saya pergi moksa, ada permintaan saya terhadap paduka raja, pertama Hutan Padaraga tempat terakhir saya ini, agar nantinya dijadikan lahan persawahan. Ditempat saya melakukan tapa semadi (pengubengan), nanti

Dok Karya Pura Puseh Desa Adat Negari

supaya dijadikan bendungan, agar airnya dapat digunakan untuk mengairi sawah di tepi selatan Desa Baluan dan tepi barat wilayah Negara.
Setelah I Dukuh Pengubengan menyampaikan permintaanya dan sudah disetujui oleh Ida Dewa Ketut Karang, lalu I Dukuh Pengubengan pengganti pakainnya dengan menggunakan pakaian serba putih, dan sebelum Ida Dewa Ketut Karang mengangkat senjatanya beliau berkata “Wahai Dukuh, jangan engkau salah paham terhadap saya, saya membantu membela I Gusti Ngurah Murti karna saya menjalani kewajiban sebagai seorang ksatria, siapapun orang yang minta bantuan terhadap saya, wajib untuk saya bantu. Kemudian I Dukuh Pengubengan menjawabnya “Baik Ratu Paduka Raja, dengan rasa lapang dan terimakasih, sekarang bunuhlah saya dengan senjata I Bintang Kukus dan tusukkan ke dada hamba. Saya sudah siap”. Setelah I Dukuh Pengubengan berkata demikian, lalu di angkat senjata Bintang Kukus oleh raja dan kemudian ditusukkan ke dada I Dukuh Pengubengan. Begitu senjata Bintang Kukus ditusukkan ke dada I Dukuh Pengubengan, keluar lah asap panas seperti api dari senjata tersebut, memenuhi seluruh tubuhnya. Begitu hilang asap tersebut, hilang pula tubuh Dukuh Pengubengan.
Permintaan I Dukuh Pengubengan samapai sekarang terbukti. Hutan Pandaraga di tepi utara Desa Negari sekarang menjadi lahan persawahan. Tempat dukuh pengubengan bernama pura pengubengan dan terdapat bendungan yang airnya digunakan untuk mengairi sawah di tepi selatan Desa Adat Belaluan.


KLIAN BANJAR DINAS NEGARI

I Made Sudarta, S.Pd