Banjar Dinas Griya Kutri

BANJAR DINAS GRIYA KUTRI

Banjar Dinas Griya Kutri terletak di tengah-tengah desa Singapadu Tengah tampa batas yang jelas dengan Banjar Dinas Kutri, karena dulunya Banjar Dinas Griya Kutri adalah Pemekaran dari Banjar Dinas Kutri. Terdapat tiga Pedanda atau Pandita umat Hindu Bali, di Banjar Dinas Griya Kutri berdiri Tiga Griya Pedanda/Pandita antara lain Griya Gede, Griya Delodan dan Griya Keniten.

Wilayah Banjar Dinas Griya Kutri di pimpin oleh kepala kewilayan yaitu I.B KETUT PARWATA  dengan Jumlah penduduk yang tercacat tahun 2020 yaitu laki – laki 139 jiwa dan perempuan 160 Jiwa dengan jumlah KK 56. Untuk organisasi Sekehe teruna teruni bernama “ST Bhina Eka Budhi”.

Sejarah Banjar Griya Kutri

Sekilas keberadaan Griya Gede Kutri menurut babad Sentanan Ida Pedanda Nyoman Padangrata Sakti malinggih ring Griya gede Kutri Singapadu yang ditulis oleh Anak Agung Gede Ngurah Ari Dwipayana bersama Para keluarga pewaris Ida Pedanda Nyoman Padang Rata di Griya Gede Kutri dapat dikutip sebagai berikut. Diceritakan keadaan I Gusti Ngurah Bija yang tinggal di Jenggala Bija, mempunyai seorang putri yang bernama Ni Gusti Ayu Cermin setelah dewasa diambil dijadikan istri oleh Ida Ida Dewa Ketut  Karang keturunan Kesatria Dhalem, sentanan Ida Dewa Agung Made yang menjadi raja di Sukawati.

Ida Ida Dewa Ketut  Karang sangat sakti dan pintar, itulah sebabnya beliau dapat mengalahkan  I Gusti Mambal sakti. Dengan kalahnya I Gusti Mambal Sakti, Ida Ida Dewa Ketut  Karang membuat Kerajaan kecil di Mambal. Kerajaan yang di bangun Ida Dewa Ketut  Karang menjadi terkenal berkat kepintarannya dalam memimpin rakyatya.

Dengan kejayaan dan kemajuan kerajaan kecil di Mambal yang dipimpin oleh Ida Dewa Ketut  Karang, diceritakan rakyat Mengwi yang tidak senang dengan ketenaran kerajaan tersebut dan lalu kapisunang (memfitnah), dikatakanlah Ida Dewa Ketut  Karang akan ngebug (memerangi) Mengwi. Didengarnya berita tersebut Anak Agung Puri Mengwi mengadakan parum (petemuan) merencanakan akan mendahului ngebug (menyerang) Mambal, pada saat itu yang ikut pertemuan adalah I Gusti Ngurah Bija tiada lain adalah mertua  dari Ida Dewa Ketut   Karang.  Setelah paruman tersebut Ida Dewa Ketut  Karang mendengar berita dari mertuanya bahwa akan digebug oleh Menguwi, disitulah Cakorda Karang menyerahkan diri kepada mertuanya I Gusti Ngurah Bija agar tidak diserang oleh Mengwi. I Gusti Ngurah Bija akan membela Ida Dewa Ketut  Karang dianjurkan agar masuk dalam pasukan Gusti Nguara Bija.

Penyerangan pasukan Mengwi ditandai dengan suara kulkul bulus (bertalu-talu) dari Mengwi, Gulingan, sampai ke Sibang, melalui pasukan Gusti Ngurah Bija, Ida Dewa Ketut  Karang dapat meloloskan diri ngungsi ke Kengetan, melewati ke Jukut Paku, Singekerta, Katik Lantang, Nyuh Kuning, sampailah di Padang Tegal Ubud.

Pasukan Mengwi yang telah sampai di Mambal melihat kerjaan Mambal sudah kosong, dengan lolosnya Ida Dewa Ketut  Karang dari Mambal tiada lain adalah daya upaya dari Igusti Ngurah Bija, peristiwa tersebut kemudian dilaporkan oleh Bendesa Gerih, panjak Igusti Mambal sakti yang dikalahkan oleh Ida Dewa Ketut  Karang. Anak Agung Mengwi yang mendengar berita tersebut marah dan segera menyuruh pasukan Mengwi menyerang Janggala Bija. Pasukan  I Gusti Ngrah Bija tidak takut menghadapi pasukan Mengwi namun dalam pertempuran banyak pasukan dari I Gusti Ngrah Bija yang gugur. Melihat jumlah pasukan yang semakin berkurang, membuat Gusti Ngurah Bija lari ngungsi dari Jenggala Bija (Pura Bjia) menuju Taen Siat bersama Bhagawanta Ida Pedanda Nyoman Padangrata Sakti beserta rakyatnya.

Dikabarkan Ida Dewa Ketut  Karang di Padang Tegal Ubud berkat tapa semadinya sudah mendapat anugrah kesaktian berupa keris yang dinamai bintang kukusan. Selain mendapat anugrah kesaktian Ida Dewa Ketut  Karang juga sudah bisa membangun bala pasukanya. Merasa sudah siap untuk berperang kembali beliau mengirim utusan ke Taen Siat kepada mertuanya I Gusti Ngurah Bija. Utusan tersebut tidak lain memberitakan kepada mertuanya supaya menyerang Mengwi dari selatan wilayah Mengwi sampai ketimur sebelah barat Tukad Yeh Wos. Sedangkan  Ida Dewa Ketut  Karang beserta pasukanya menyerang dari utara.

I Gusti Ngurah Bija menyetujui perintah Ida Dewa Ketut  Karang. Serangan  dari  selatan  dan dari utara, akhirnya bertemu di Carik Kalangan terletak sebelah timur Desa Sedang disitulah ketiganya berkumpul diantaranya I Gusti Ngurah Bija, Ida Pedanda Nyoman Padangrata Sakti dan Ida Dewa Ketut  Karang mengadakan perjanjian yang isinya agar keturunannya selalu saling tidak melupakan sejarah dan tidak akan berperang lagi. Dengan perjajnjian itulah adanya Pura Pejanji. Sebelah timur Pura Pejanji dibangun Griya (rumah pendeta), Griya tersebut tidak lain sebagai tempat tinggal Ida Pedanda Nyoman Padangrata Sakti, atas persetujuan dari, I Gusti Ngurah Bija, Ida Dewa Ketut  Karang dan Ida Pedanda Nyoman Padangrata Sakti. lama kelamaan tempat tersebut  di beri nama Kutri yang diartikan : Ku yang artinya genah (tempat) tri yang artinya tiga, karena terwujudnya tempat tersebut atas perjanjian I Gusti Ngurah Bija, Ida Dewa Ketut  Karang dan Ida Pedanda Nyoman Padangrata Sakti. Tempat tinggal Ida Pedanda Nyoman Padangrata Sakti samapai sekarang diberi nama Griya Gede Kutri. Upacara piodalannya setiap enem bulan sekali yang jatuh pada hari Rabo Wuku Pahang (Buda Keliwon Pahang).

Desa Pakraman Griya Kutri merupakan Pemekaran dari wilayah Desa Pakraman Kutri pada tahun 1996 ,  Desa Pakraman Griya Kutri  yang terletak di tengah lingkungan Desa Pakraman Kutri menyatu dengan tidak ada batas yang jelas dengan Desa Pakraman Kutri.

 


KLIAN DINAS GRIYA KUTRI

I.B KETUT PARWATA